Yogya.co, SLEMAN – Bagi Anda yang berkecimpung di dunia bisnis mungkin kerap mendengar dua istilah ini UKM dan UMKM.
Banyak orang awam yang mendengar kedua istilah ini berpikir bahwa istilah-istilah tersebut memiliki makna yang sama.
Namun, apabila kita pelajari lebih dalam istilah UKM (Usaha Kecil dan Menengah) dan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) ini ternyata dua istilah ini serupa tapi tak sama.
Perbedaan UKM dan UMKM
UKM merupakan jenis usaha yang memfokuskan pada jenis usaha kecil. Sementara itu, UMKM merupakan jenis usaha yang lebih fokus pada cakupan usaha mikro.
Selain dari segi definisi, kedua istilah dalam bidang bisnis ini juga memiliki perbedaan-perbedaan lainnya di antaranya seperti berikut ini.
1. Modal
Perbedaan UKM dan UMKM dapat diketahui dari modal awal yang digunakan saat mendirikan usaha.
Untuk UKM biasanya membutuhkan modal awal sebesar Rp50 juta sedangkan untuk mendirikan UMKM biasanya dibutuhkan modal awal sekitar Rp300 juta.
Namun, modal awal untuk mendirikan UMKM juga bisa didapatkan dari bantuan pemerintah untuk pembiayaan modal.
Lantas mengapa modal yang diperlukan untuk membangun sebuah UMKM ini lebih besar dari modal awal untuk mendirikan UKM?
Hal ini karena keberadaan UMKM diyakini lebih mampu memberikan pengaruh terhadap perkembangan ekonomi di Indonesia.
Sementara itu, UKM dinilai lebih bersifat perorangan dengan usaha serta keuntungan yang kecil.
2. Jumlah Tenaga Kerja
Selain adanya perbedaan nominal modal awal yang dibutuhkan untuk mendirikan kedua usaha tersebut jumlah tenaga kerja yang diperlukan pun juga berbeda.
Badan Pusat Statistik (BPS) menjelaskan untuk usaha mikro setidaknya mempunyai sejumlah 1 hingga 5 tenaga kerja, usaha kecil memerlukan 6 hingga 19 tenaga kerja, dan usaha menengah memerlukan 20 hingga 99 tenaga kerja untuk mendukung aktivitas bisnisnya.
3. Pembinaan Usaha
Perbedaan yang ketiga terletak pada segi pembinaan usaha untuk kedua jenis usaha ini.
Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014, UKM dibina oleh kabupaten dan kota. Sementara itu, usaha kecil dibina oleh provinsi dan usaha menengah dibina secara nasional.
4. Omzet
Omzet yang diperoleh oleh para pelaku UKM dan UMKM pun diketahui juga berbeda.
Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2008 usaha dengan cakupan mikro memperoleh omzet tahunan yang hingga sebesar Rp300 juta.
Usaha kecil mendapatkan omzet tahunan lebih dari Rp300 juta bahkan bisa mencapai hingga Rp2,5 miliar.
Usaha menengah biasanya memperoleh omzet tahunan sebanyak lebih dari Rp2,5 miliar atau hingga paling banyak sebesar Rp50 miliar.
5. Kekayaan Bersih
Sementara itu, kekayaan bersih yang didapatkan oleh usaha mikro paling banyak paling banyak bisa mencapai angka Rp50 juta.
Usaha kecil bisa memperoleh kekayaan bersih sebanyak lebih dari Rp50 juta hingga mencapai Rp500 juta
Selanjutnya, usaha menengah dapat memperoleh kekayaan bersih sebesar Rp 500 juta hingga Rp1 miliar.
6. Pajak
Perbedaan yang terakhir terletak pada nominal pajak yang dikenakan. Menurut PP Nomor 23 Tahun 2018, wajib pajak atau WP yang memiliki penghasilan dengan peredaran bruto tidak lebih dari Rp4,8 miliar, dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final sebesar 0,5 persen.
Hal ini berarti para pelaku usaha yang mempunyai peredaran bruto tertentu tidak wajib membayar PPN atas setiap transaksinya, tapi harus memungut PPh final sebesar 0,5 persen.
Meninjau dari besarnya omzet yang diperoleh, maka diketahui UKM dan UMKM berpotensi untuk membayar PPh final sebesar 0,5 persen.
Akan tetapi, apabila unit usaha menengah telah mempunyai peredaran bruto lebih dari Rp4,8 miliar, pelaku usaha sudah tidak dapat memungut PPh final sebesar 0,5 persen tersebut.
Selain itu, ada pula pajak lainnya yang dikenakan pada UKM serta UMKM, yakni PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 21 serta PPh Pasal 23.
Pengenaan pajak-pajak tersebut pun dikenakan sesuai dengan kondisi operasional usaha.