HomeEntertainmentSeni BudayaMengenal Tradisi Sekaten: Asal Usul, Prosesi, hingga Pantangannya

Mengenal Tradisi Sekaten: Asal Usul, Prosesi, hingga Pantangannya

Tradisi Sekaten sudah menjadi budaya yang tak terpisahkan dari perayaan Maulid Nabi di Keraton Yogyakarta. Selain Yogyakarta, tradisi Sekaten juga kerap dilakukan di Keraton Surakarta.

Pelaksaannya biasanya dimulai tanggal 5 sampai 11 Rabiul Awal dan diakhiri dengan Grebeg Maulid pada 12 Rabiul Awal.

Tradisi ini tidak hanya sarat dengan nilai sejarah dan keagamaan, tetapi juga menjadi daya tarik wisata yang unik. Bagaimana asal usulnya?

Asal Usul Sekaten

Asal usul Sekaten Jogja berasal dari zaman Kerajaan Demak pada abad ke-15. Tradisi Sekaten pada mulanya dilakukan oleh Sultan Demak, yaitu Raden Patah, dengan tujuan untuk menyebarkan agama Islam.

Kata “Sekaten” berasal dari kata “Syahadatain” yang berarti dua kalimat syahadat, yang merupakan pengakuan keimanan dalam agama Islam. Tradisi Sekaten kemudian diteruskan dan dikembangkan oleh kerajaan-kerajaan Mataram Islam, termasuk Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.

Pada masa itu, tradisi Sekaten digunakan sebagai media dakwah. Para ulama dan sultan memanfaatkan momentum Sekaten untuk mengumpulkan masyarakat dan mengajarkan nilai-nilai Islam.

Dengan berbagai prosesi dan acara yang menarik, masyarakat diajak untuk lebih mengenal dan mendalami agama Islam. Sekaten kemudian mengalami perluasan makna menjadi “sahutain”, “sakhatain”, “sakhotain”, “sekati”, dan “sekat”. 

“Sahutain” berarti menghentikan atau mengindari dua perkara: sifat lacur dan menyeleweng. “Sakhatain” bermakna menghilangkan perkara watak hewan dan sifat setan.

Kemudian “sakhotain” diartikan sebagai selalui memelihara budi luhur dan mendambakan diri pada Tuhan. Ada juga “sekati” yang dimaknai sebagai setimbang di mana orang harus bisa menimbang atau menilai hal baik dan buruk dalam hidup.

Terakhir, “sekat” berarti batas di mana umat manusia harus bisa membatasi diri untuk tidak berlaku jahat.

Baca Juga :  Sejarah Tahun Baru Masehi 1 Januari, Bagaimana Awal Mulanya?

Prosesi Tradisi Sekaten

Tradisi Sekaten di Surakarta dan Yogyakarta memiliki beberapa prosesi yang khas dan penuh makna. Prosesi ini dilakukan selama tujuh hari dengan tahapan berikut:

1. Gamelan Sekati

Tradisi Sekaten diawali dengan penabuhan gamelan Sekati, yang terdiri dari dua perangkat gamelan bernama Kyai Guntur Madu dan Kyai Nogowilogo di Yogyakarta, serta Kyai Guntur Madu dan Kyai Guntur Sari di Surakarta.

Gamelan ini dibunyikan selama tujuh hari di halaman Masjid Agung. Alunan gamelan ini dipercaya dapat mengundang masyarakat untuk datang dan mengikuti acara. Biasanya, gamelan dibunyikan pukul 16.00 WIB sampai kira-kira pukul 23.00 WIB.

2. Pawai Panjang Jimat

Pawai ini adalah arak-arakan yang membawa berbagai sesaji dan ubarampe (perlengkapan) ritual. Pawai dimulai dari Keraton dan menuju ke Masjid Agung. Prosesi ini melambangkan perjalanan spiritual dan pengorbanan dalam mencari keberkahan.

3. Upacara Maulud Nabi

Puncak dari tradisi Sekaten yaitu upacara peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW. Pada hari ini, biasanya diadakan pengajian dan doa bersama. Acara ini menandai hari kelahiran Nabi Muhammad dan merupakan momen penting untuk mempererat tali silaturahmi dan kebersamaan umat Islam.

4. Grebeg Maulud

Sebagai penutup, diadakan acara Grebeg Maulud. Dalam grebeg ini, berbagai hasil bumi seperti gunungan (tumpeng besar yang terbuat dari sayuran, buah-buahan, dan hasil bumi lainnya) diarak dan kemudian dibagikan kepada masyarakat. Masyarakat percaya bahwa mendapatkan bagian dari gunungan ini akan mendatangkan berkah dan keberuntungan.

5. Numpak Wajik

Prosesi ini dilakukan dua hari sebelum Grebeg Maulud. Numpak Wajik Jogja diadakan di halaman istana Manganan pada pukul 16.00 WIB. Upacara diisi dengan permainan lagu menggunakan kentongan, lumping, dan sejenisnya.

Baca Juga :  Mengenal Asal Usul Grebeg, Tradisi Lebaran di Keraton Jogja

Prosesi ini menjadi tanda awal pembuatan gunungan yang akan diarak saat Grebeg Maulud. Lagu-lagu yang dimainkan biasanya adalah lagu jawa populer seperti Lompong Keli, Tundhung Setan, Owal Awil, dan lainnya.

Pantangan dalam Tradisi Sekaten

1. Tidak Boleh Melakukan Perbuatan Tercela

Selama rangkaian acara Sekaten, abdi dalem niyaga (penabuh gamelan) saat menjalankan tugasnya dilarang melakukan hal tercela baik perkataan dan perbuatan.

2. Pantang Melangkahi Gamelan Pusaka

Abdi dalem tidak boleh melangkahi gamelan pusaka. Selain itu, mereka juga dilarang menabuh gamelan sebelum menyucikan diri dengan berpuasa dan mandi jamas.

3. Dilarang Membunyikan Gamelan Hari Jumat

Pantangan lainnya dalam pelaksanaan upacara tradisional ini, para abdi dalem niyaga tiak boleh membunyikan gamelan pada malam Jumat dan Jumat siang sebelum waktu salat zuhur.

Ternyata Sekaten punya makna yang erat dengan persebaran agama islam, ya. Nah, tradisi Sekaten menjadi salah satu warisan budaya yang kaya akan nilai sejarah, keagamaan, dan sosial.

Dengan asal usul yang berasal dari Kerajaan Demak, prosesi yang penuh makna, dan pantangan yang harus diikuti, Sekaten menjadi momen yang dinanti-nantikan oleh masyarakat Yogyakarta dan Surakarta setiap tahunnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -

Related Articles