Yogya.co, SLEMAN – Belum reda pandemi Covid-19 yang telah melanda dunia sejak tahun 2019, kini dunia digemparkan dengan munculnya sebuah penyakit hepatitis misterius akut yang menyerang anak-anak usia 1 bulan hingga 16 tahun.
Penyakit ini dilaporkan pertama kali muncul di Jepang pada 21 April 2022 lalu dan menjangkit seorang anak yang negatif terhadap tes Covid-19 dan adenovirus.
Menurut data terakhir yang didapatkan ketika artikel ini ditulis, penyakit peradangan hati akut ini sudah terdeteksi di 20 negara dengan total 228 kasus.
Di Indonesia sendiri dilaporkan telah ada 3 orang anak yang dilaporkan meninggal dunia sebab hepatitis misterius ini.
Ketiga anak tersebut sebelumnya dirawat di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan dipastikan negatif tes Covid-19.
Baca juga: Ada Tambahan Laporan, Apakah Dugaan Kasus Hepatitis Misterius di Indonesia Bertambah?
Dikarenakan mayoritas menyerang kelompok usia belia, maka sangat penting bagi ayah-bunda dan orang tua lain yang sedang mendampingi tumbuh kembang anak-anak untuk mengetahui gejala hepatitis misterius ini.
Menurut Dr.dr Hanifah Oswari, gejala awal penyakit hepatitis misterius ini hampir mirip dengan gangguan pencernaan pada anak, antara lain:
- diare
- mual
- muntah
- sakit perut
- demam ringan
“Dari kasus yang sudah ada, mulainya gejala gastrointestinal terlebih dahulu seperti, misalnya diare, mual, muntah, sakit perut, yang kadang-kadang disertai dengan demam ringan,” jelas Hanifah dalam konferensi pers daring perkembangan kasus hepatitis akut yang di gelar pada hari Kamis, 5 Mei 2022.
Selanjutnya, Hanifah juga menjelaskan bahwa jika sudah memasuki stadium lanjut, baru anak akan memunculkan gejala hepatitis pada umumnya, yaitu:
- buang air kecil seperti teh,
- buang air besar dempul pucat,
- kulit dan matanya jika diperhatikan berwarna kuning.
Umumnya pada stadium lanjut ini, kadar Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) atau Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) akan meningkat di atas 500 IU/ml.
Pada tahapan ini, pasien hepatitis misterius sudah membutuhkan transplantasi hati.
Jika transplantasi tidak segera dilakukan, gejala bisa berlanjut dan berujung pada kematian.
“Bila pasien tidak dilakukan transplantasi hati, bisa berlanjut lagi gejalanya. Bisa mengalami gangguan pembekuan darah dan selanjutnya akan terjadi penurunan kesadaran yang dapat berlanjut menjadi kematian,” jelas Hanifah via Kumparan (5/5/2022).
Selanjutnya, Hanifah juga menyampaikan bahwa orang tua perlu waspada jika putra-putrinya mengeluhkan beberapa gejala awal seperti sakit perut, demam, mual, hingga muntah walaupun tampaknya sepele.
Jangan sampai orang tua menunggu gejala stadium lanjut muncul untuk membawa buah hati ke fasilitas kesehatan terdekat.
“Oleh karena itu, jangan tunggu sampai kuning baru dibawa ke fasilitas kesehatan [faskes]. Bawa anak kita ke tenaga kesehatan agar tenaga kesehatan bisa memikirkan lebih lanjut apa yang harus dilakukan serta tidak kehilangan momentum. Jangan tunggu kehilangan kesadaran dan menimbulkan kematian,” tegas Hanifah disadur dari CNBC Indonesia (5/5/2022).
Baca Juga: Wabah Hepatitis Misterius Masuk ke Indonesia, Masyarakat Waspada!