Yogya.co, SLEMAN – Jika Anda pernah berkunjung ke Sleman, Yogyakarta dan melewati area Jalan Padjajaran (Ring Road Utara), pasti Anda akan melihat sebuah bangunan unik berbentuk seperti gunung.
Bangunan yang dari segi bentuk mampu menarik perhatian publik tersebut merupakan sebuah monumen bernama Monumen Jogja Kembali atau yang juga dikenal dengan nama Monjali.
Monumen ini menjadi salah satu tempat yang merekam segala peristiwa sejarah yang berkaitan dengan segala peristiwa sebelum dan sesudah kemerdekaan Republik Indonesia.
Sesuai dengan namanya monumen ini berkaitan dengan peristiwa kembalinya Yogyakarta ke tangan pemerintah Republik Indonesia.
Para tentara pendudukan Belanda ditarik dari Yogyakarta yang kala itu sebagai Ibu Kota Negara pada tanggal 29 Juni 1949.
Peristiwa ini pun menjadi titik awal bebasnya Indonesia dari penjajahan Belanda dan menandakan kembalinya Pemerintahan Republik Indonesia yang kemudian menjadi momen kembalinya para petinggi negara seperti Presiden Soekarno serta Wakil Presiden Mohammad Hatta di Yogyakarta pada tanggal 6 Juli 1949.
Sejarah Monumen Jogja Kembali
Setelah adanya peristiwa tersebut Kolonel Soegiarto sebagai Wali Kota Madya Yogyakarta kala itu kemudian menggagas pendirian sebuah monumen untuk mengenang peristiwa tersebut.
Dimulailah pembangunan Monumen Yogya Kembali pada tanggal 29 Juni 1985. Melansir dari laman Pemerintah Kabupaten Sleman, peletakkan batu pertama monumen dilakukan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Peletakkan batu pertama tersebut dilakukan usai dilaksanakannya upacara tradisional penanaman kepala kerbau.
Pembangunan Monjali yang berlokasi di Dusun Jongkang, Kelurahan Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman ini selesai empat tahun kemudian, yakni pada tanggal 6 Juli 1989 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto dengan ditandai penandatanganan prasasti.
Keunikan Monjali
Dibalik bentuk bangunannya yang cukup unik, yakni berbentuk gunung atau kerucut ternyata ada makna tersendiri dari desain tersebut.
Bentuknya yang seperti gunung menjadi sebuah simbol kesuburan dan juga memiliki makna melestarikan budaya nenek moyang prasejarah.
Selain itu, peletakkan bangunan yang terletak pada sumbu imajiner yang menghubungkan Merapi,Tugu, Keraton, Panggung Krapyak, dan Parangtritis pun diketahui mengikuti budaya Jawa khususnya Yogyakarta.
Titik imajiner tersebut bisa dilihat pada lantai ketiga bangunan yang memiliki tinggi sekitar 31,8 meter dan berdiri di atas 5,6 hektare tanah ini.
Selain memiliki keunikan dari segi bentuk bangunan, monumen yang satu ini juga dikelilingi dengan kolam atau jagang yang dibagi oleh empat jalan menuju bangunan utama.
Fasilitas Monjali
Dengan berkunjung ke monumen ini Anda dapat belajar mengenai berbagai peristiwa sejarah. Masuk ke area monumen, Anda akan disuguhi dengan replika Pesawat Cureng di dekat pintu timur dan replika Pesawat Guntai di pintu barat.
Selanjutnya, menaiki podium di area barat dan timur Anda dapat melihat dua buah senjata mesin beroda yang dilengkapi dengan tempat duduknya.
Pada bagian ujung selatan pelantaran pun terdapat sebuah dinding yang bertuliskan 420 nama pejuang yang gugur pada peristiwa yang terjadi antara tanggal 19 Desember 1948 hingga 29 Juni 1949 dan puisi berjudul Karawang Bekasi karya Chairil Anwar yang diperuntukkan untuk pahlawan yang tidak diketahui namanya.
Monumen ini juga menyajikan sekitar 1.000 koleksi yang berkaitan dengan Peristiwa Satu Maret, perjuangan sebelum kemerdekaan, dan terpilihnya Yogyakarta sebagai ibu kota negara kala itu.
Koleksi-koleksi tersebut seperti seragam Tentara Pelajar dan kursi tandu Panglima Besar Jenderal Sudirman.
Terdapat pula sebuah ruang Sidang Utama yang berbentuk lingkaran dengan diameter 25 meter yang berfungsi sebagai ruang serba guna dan biasanya disewakan untuk keperluan seminar atau pesta pernikahan.
Pada bagian jalan utara dan selatan tepatnya area menuju lantai dua terukir 40 relief di dinding luar yang melingkari bangunan.
Relief-relief tersebut menceritakan sejumlah peristiwa bersejarah, contohnya, perjuangan sejak masa Proklamasi Kemerdekaan, kembalinya Presiden dan Wakil Presiden di Yogyakarta hingga pembentukan Tentara Keamanan Rakyat.
Di area dalam monumen terdapat sepuluh buah diorama yang menggambarkan situasi Belanda saat menyerang Maguwo pada tanggal 19 Desember 1948, SU Satu Maret, Perjanjian Roem Royen, dan peringatan Proklamasi 17 Agustus 1949 di Gedung Agung Yogyakarta.
Terakhir pada bagian lantai teratas merupakan tempat hening berbentuk lingkaran yang dilengkapi tiang bendera yang dipasang bendera Merah Putih.
Ruangan tersebut bernama Garbha Graha yang berfungsi sebagai tempat untuk mendoakan para pahlawan Indonesia serta mengingat kembali perjuangannya.
Jika Anda ingin berkunjung ke tempat wisata di Jogja ini Anda dapat berkunjung pada hari Selasa hingga Minggu dari pukul 08.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB.
Untuk menikmati segala fasilitas di Monumen Yogya Kembali ini pengunjung hanya cukup membayar tiket masuk seharga Rp15.000
Cukup murah, bukan? Yuk, segera luangkan waktumu dengan berwisata sambil belajar di Monjali!
Selamat berwisata ya!