Yogya.co, WADAS – Proses pengukuran lahan di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo yang rencananya akan digunakan sebagai lokasi penambangan batu andesit berakhir dengan konflik antara para warga yang menolak rencana tersebut dengan aparat kepolisian.
Sejak Selasa (08/02/2022) di media sosial pun sudah beredar video yang memperlihatkan ratusan aparat dengan menggunakan tameng berhadapan dengan para warga yang menolak rencana tersebut.
Dalam video yang beredar terlihat pula beberapa warga ditangkap oleh pihak kepolisian.
Usai viralnya beberapa video potongan terkait kejadian di Desa Wadas tersebut kemudian muncul dua klaim yang berbeda antara warga di Desa Wadas yang menolak dengan pemerintah dan aparat kepolisian.
Baca Juga: #WadasMelawan Trending di Twitter, Berikut Kronologinya
Wadas Menolak Tambang
Melalui akun Instagram dan Twitter, @wadas_melawan, Gempa Dewa (Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas) mengungkapkan ada lebih dari 60 orang yang ditangkap oleh pihak kepolisian.
Warga yang ditangkap oleh pihak oleh pihak kepolisian tersebut dinilai sebagai provokator dan akan bertindak anarkis.
Diketahui pula beberapa warga yang ditangkap tersebut membawa beberapa senjata tajam.
Akan tetapi, hal tersebut dibantah oleh para warga. Warga Desa Wadas mengungkapkan bahwa mereka membawa beberapa senjata tajam, seperti arit, linggis, dan golok tersebut karena akan digunakan untuk bertani serta membuat besek.
View this post on Instagram
“Perihal sajam yang dituduhkan kepada empat orang berinisial CF, DF, dan LM, yakni berupa arit, linggis, dan dua golok. Arit diambil oleh polisi/preman dari motor seorang pemuda yang hendak berangkat mengarit (mencari rumput untuk pakan ternak) kemudian digunakan untuk menuduh warga, padahal arit memang alat yang digunakan untuk mengarit atau mencari rumput,” tulis keterangan dalam unggahan tersebut.
“Sajam-sajam yang diambil oleh polisi/preman tersebutlah yang digunakan untuk mmenuduh warga. Namun, dalam 1×24 jam tuduhan tersebut tidak terbukti, sehingga TIDAK BENAR sama sekali tuduhan bahwa warga membawa sajam untuk melawan aparat kepolisian,” lanjut keterangan tersebut.
Penyerbuan Masjid
Selain klaim yang berbeda terkait penemuan senjata tajam yang dibawa oleh para warga tersebut polisi juga menegaskan klaim lainnya terkait informasi penyerbuan masjid yang beredar di masyarakat.
Sebelumnya, Gempa Dewa menjelaskan kronologi peristiwa konflik ini dan menyebutkan bahwa sekitar pukul 12.00 WIB mereka mengepung serta menangkap warga yang sedang mujahadat di Masjid Dusun Krajan.
Polisi kemudian menegaskan bahwa tidak ada tindakan pengepungan pada saat melakukan pengamanan dalam rangka pengukuran lahan tersebut.
“Pada saat di lapangan memang di-framing dari beberapa kejadian yang muncul di sana contoh, misalnya, di video viral bahwa anggota Polri melakukan penyerbuan masjid, tidak. Polisi anggota kita membelakangi masjid karena pada saat itu yang duduk-duduk dan yang di luar akan terlibat kontak fisik. Di mana yang kontra dikejar-kejar yang pro, masuk masjid kemudian anggota kita melakukan parameter agar tidak terjadi adanya benturan. Bahkan, Dirpamovit pun melaksanakan salat berjamaah di sana dengan masyarakat, tidak ada apa-apa,” jelas Kapolda Jawa Tengah, Jenderal Ahmad Lutfi.
View this post on Instagram
Terkait kasus penolakan rencana ini sebenarnya sudah berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu.
Para warga yang menolak adanya penambangan ini memiliki alasan tersendiri, yakni khawatir kondisi alam dan mata pencaharian mereka sebagai petani serta peternak madu terancam.
“Ketika sebuah kawasan akan ditambang artinya dia sudah kehilangan kesuburannya. Artinya,secara ekologi sudah tidak bisa untuk dikembangkan untuk menjadi kawasan pertanian,” ungkap Pakar Hukum Lingkungan Universitas Gadjah Mada, I Gusti Agung Wardana dalam unggahan YouTube, Watchdoc Documentary.