Yogya.co, SLEMAN – Pembelajaran teaching factory sebagai model pembelajaran di SMK dinilai mampu memberikan kesiapan terahadap para siswa untuk menghadapi dunia industri. Hal tersebut pun dilakukan oleh SMKN 1 Pandak yang bekerja sama dengan Kelompok Tani Lahan Pasir Manunggal dalam rangka mencetak petani muda Bantul, Yogyakarta.
Dalam hal ini, puluhan pelajar kelas XI dan XII SMKN 1 Pandak, Kabupaten Bantul, melaksanakan teaching factory menanam bibit bawang merah di lahan pasir di Pantai Cangkring, Kelurahan Poncosari, Kapanewon Srandakan, Bantul, Yogyakarta.
Kegiatan tersebut sebenarnya merupakan tindak lanjut dari PKL yang dilaksanakan oleh para pelajar SMKN 1 Pandak sejak bulan April hingga Septermber 2022 lalu. Dalam kesempatan ini, mereka menggandeng Kelompok Petani Lahan Pasir Manunggal, Kelurahan Srigading, Kapanewon Sanden.
Lantas, bagaimana sistem pembelajaran yang diberikan oleh kelompok tani tersebut kepada para siswa SMKN 1 Pandak?
1. Penyiapan Lahan hingga Panen
Dalam kegiatan teaching factory ini, Kelompok Tani Lahan Pasir Manunggal mengaku akan memberikan pendidikan terkait penanaman bibit bawang merah di lahan pasir. Hal tersebut disampaikan oleh Seksi Kemitraan dan Permodalan Kelompok Tani Lahan Pasir Manunggal, Kelurahan Srigading, yakni Edi.
Selain memberikan materi penanaman, pihaknya juga mengaku akan memberikan pengetahuan terkait persiapan lahan sebelum penanaman bibit bawang merah. Adapun proses mempersiapkan lahan itu terdiri dari pemupukan hingga pemberantasan hama. Sehingga petani bawang merah bisa sampai pada proses panen.
“Yang terpenting adalah penggunaan teknologi pertanian untuk mempermudah petani dalam merawat tanaman tanpa mengeluarkan biaya yang tinggi. Dengan teknologi, pengerjaan yang ada di lahan pertanian bisa dikerjakan dari rumah,” tutur Edi, dikutip dari IDN Times Jogja, Jumat (11/11/2022).
2. Pemberian Motivasi, Tak Perlu Malu Jadi Petani
Tak hanya mengajarkan perihal menanam dan memanen bawang merah, Kelompok Tani Lahan Pasir Manunggal juga memberikan motivasi kepada para siswa agar tak malu menjadi petani. Hal tersebut diyakini karena saat ini, para petani sudah bisa menggunakan teknologi canggih untuk mengontrol tanamannya dari rumah.
Teknologi pertanian yang dimaksud tersebut adalah penggunaan irigasi dengan sistem kabut. Sistem tersebut bisa dikendalikan dari rumah menggunakan aplikasi pada gawai yang dimiliki oleh para petani.
“Jadi, kalau petani hendak menyiram, maka cukup menekan tombol yang ada di aplikasi, maka air irigasi sudah bisa bekerja sendiri dengan waktu yang bisa disesuaikan, sesuai keinginan petani,” lanjutnya.
Dengan perkembangan teknologi pertanian tersebut, generasi Z bisa melakukan pekerjaan dari rumah tanpa perlu berpanas-panasan. Sehingga, mereka tak perlu malu menjadi seorang petani.
“Jadi, sekarang anak muda atau milenial, jika ingin jadi petani, tak perlu malu, karena dari rumah saja bisa dikerjakan dari rumah sambil bermain game atau nonton tayangan televisi kesenangannya,” ungkapnya.
3. Siapkan 5 Ribu Meter Persegi Lahan Pasir untuk Ditanami Bawang Merah
Menunjukkan totalitasnya, Edi menjelaskan bahwa lahan pasir yang akan digunakan untuk teaching factory itu mencapai 5 ribu meter persegi dan menghabiskan sekitar lima kuintal bibit bawang merah bauci.
Adapun dengan perkiraan masa tanam sekitar 55 hari, maka akan menghasilkan jumlah panen mencapai 2,5 ton.
“Kenapa bibit bawang merah kita pilih jenis bauci, ya karena bibit bawang bauci lebih tahan terhadap air di saat musim penghujan,” ujarnya.
4. SMKN 1 Pandak Bantul, Sekolah yang Memiliki Produk Unggulan Bawang Merah
Demi menyingkronkan pembelajaran di sekolah dengan industri yang ada, maka kerja sama antara SMKN 1 Pandak dengan Kelompok Tani Lahan Pasir Manunggal yang mewakili industri pertanian sejalan dengan produk unggulan sekolah, yakni bawang merah.
Sebenarnya, pria yang akrab disapa Mbah Edi itu merupakan guru tamu SMKN 1 Pandak. Sehingga untuk melanjutkan pembelajaran tersebut, teaching factory pun dilaksanakan bersama dengan kelompok tani yang bersangkutan.